RSS

Sabtu, 05 Februari 2011

3 Warisan Budaya Dunia yang ada di Indonesia

Free Image Hosting at www.ImageShack.us
1. Candi Borobudur

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

Nama Borobudur

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.

Struktur Borobudur
 
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada jaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.

Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.

Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala.

Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.


2. Candi Prambanan
 
Free Image Hosting at www.ImageShack.us



Komplek Candi Prambanan terletak di perbatasan Sleman dengan Klaten tepatnya di Karangasem, Desa Bokoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pencapaian tersebut melalui jalan raya Jogja-Solo ke arah Timur. Pada Km 16 di sebelah utara jalan raya tersebut tampaklah bangunan candi yang megah. Candi utama komplek Prambanan ini menghadap ke arah timur, sehingga kita memasuki candi tersebut dari arah timur.

Komplek Candi Prambanan terbagi atas tiga halaman yang memusat. Halaman pertama dikelilingi pagar berukuran 330mx330m. Halaman kedua memiliki tembok keliling berukuran 220mx220m, sedangkan halaman pusat atau halaman ketiga berukuran 110mx110m. Ketiga halaman tersebut masing-masing dihubungkan oleh gapura yang searah dengan penjuru mata angin. Di halaman pertama tidak ada bangunan, sedangkan di halaman kedua terdapat 224 candi Perwara yang disusun menjadi empat deret.

Memasuki halaman pusat tampaklah 16 bangunan candi. Candi Siwa merupakan bangunan yang paling tinggi diapit oleh Candi Brahma di sebelah selatan dan Candi Wisnu di sebelah utara. Di depan Candi Siwa terdapat tiga buah candi masing-masing adalah candi Nandi, Candi A dan Candi B. Di halaman ini juga terdapat dua candi Apit, empat candi Kelir (masing-masing berada di pintu gerbang) dan empat candi Sudut

Sejarah

Berdasar arca Dewa dan reliefnya, dapat diketahui bahwa komplek candi Prambanan merupakan tempat pemujaan bagi umat Hindu. Sebuah prasasti yang dapat dihubungkan dengan percandian Prambanan adalah prasasti Siwagrha (778 S / 856 M). Prasasti tersebut menyebutkan adanya peresmian sebuah bangunan suci untuk dewa Siwa. Kemudian nama raja Jatiningrat (Rakai Pikatan) yang harus berperang dengan Balaputra, dan setelah menang kemudian Ia menyerahkan tahtanya kepada Dyah Pitaloka (Rakai Kayuwangi 851-882 M). Dalam prasasti itu menyebutkan pula secara rinci tentang komplek bangunan suci agama Hindu. Juga penyebutan tentyang Dwarapala, petirtaan pada gugusan candi, serta pengalihan aliran sungai yang menyusuri sisi-sisi halaman candi.

Keseluruhannya diperkuat dengan diketemukannya tulisan-tulisan pendek dengan cat putih, hitam dan merah yang menyebutkan nama "Pikatan" pada batu pembentuk halaman candi.
3. Situs Purbakala Sangiran

Free Image Hosting at www.ImageShack.us

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Area ini memiliki luas 48 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.

Di museum Sangiran yang terletak di wilayah ini juga dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu.

Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau.

RIWAYAT PENELITIAN 

Pada tahun 1934, G.H.R. on Koenigswald melakukan penelitian di Sangiran dan menemukan alat-alat serpih di Desa Ngebuk yang terbuat dari bahan kalsedon dan jasper. Alat-alat bantu tersebut kemudian dikenal dengan sebutan "Sangiran Flakes-Industry". Koenigwald memperkirakan peralatan ini berasal dari akhir Pleistosen Tengah karena ditemukan pada lapisan kabuh (Koenigswald, dan Ghosh, 1937). Pada tahun 1936, untuk pertama kalinya von Koenigswald menemukan Fosil manusia yaitu berupa fragmen rahang bawah (mandibula) kanan yang ditemukan pada lapisan Pucangan bagian atas dan diberi kode Sangiran 1b. Kemudian pada tahun berikutnya 1937, menemukan fragmen tengkorak (Sangiran2) pada lapisan Kabuh di antara Desa Bukuran dan desa Kertosobo tepatnya ditepi kalicemoro (Koenigswald, 1940 via Widianto, et.al., 1996). Fragmen tengkorak (Sangiran3) yang ditemukan Koenigwald dan dipublikasikan oleh F.Weidepreich pada tahun 1943 dilapisan yang sama (Weidenreich,F.,1945).

Kemudian pada mas berikutnya penelitian dilanjutkan oleh ahli Paleoanthropologis dari Indonesia yaitu antara lain T.Jacob dan Sartono yang menemukan fragmen rahang bawah (Sangiran8) pada lapisan Grenzbank, rahang bawah (Sangiran 9) dan tengkorak (Sangiran 17). Penemuan ini merupakan penemuan yangg istimewa karena berhasil menemukan tengkorak yang paling lengkap beserta gambaran wajahnya (Sangiran 17). Berdasarkan penelitian palaeoanthropologis didapatkan adanya beberapa ciri morfologi dari temuan jenis-jenis manusia purba yang ada di Sangiran. Pada lapisan Pucangan telah ditemukan pula fosil-fosil yang menunjukan tingkatan morfologi lebih arkaik, yaitu fragmen tengkorak (Sangiran 4), rahang bawah (Sangiran 5 dan Sangiran 6a). Berdasarkan karakter masing-masing tersebut maka manusia dibedakan beberapa taxon yaitu : Pithecanthropus erectus berupa atap tengkorak (Sangiran 2 dan 3); Meganthropus palaeojavanicus berupa rahang bawah (mandibula) kanan (Sangiran 6a), beberapa taxon ini sekarang dikenal dengan sebutan Homo erectus (Widianto,et.al.,1996).

Selain itu penelitian juga dilakukan oleh instansi-instansi terkait seperti Balai Arkeologi Jogyakarta baik bekerjasama dengan Laboratorium Palaeonthorpologi maupun Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi (Bandung) dan pihak Jepang meneliti tentan endapan yang mengandung manusia purba. Penelitian-penelitian serupa terus berlanjut dalam usaha mengungkap tentang misteri yang tyerkandung di KUBAH SANGIRAN. Pusat Penelitian Arkeologi Jakarta bekerjasama dengan Museum National d”Histoire Naturelle(Perancis) juga telah melakukan sejumlah penelitian yang berhasil mengungkap tentang Paleokologi atau lingkungan alam masa purba yang dilakukan oleh A.M.Semah. 

0 komentar:

Posting Komentar | Feed

Posting Komentar